Laman

Selamat datang !

Anda Adalah Tamu Istimewa kami.... Ikuti Perkembangan Blog Ini..!

30 Oktober 2009

Cara Mencintai Yang Benar

Cintailah pacar atau pasangan hidupmu tapi jangan miliki mereka, apalagi sampai menguasainya.

Itulah hikmah yang kupetik usai membaca prosa pendek Dewi Lestari Simangunsong yang lebih dikenal dengan nama pena Dee, dalam bukunya, Filosofi Kopi.

Spasi.
Seindah apa pun huruf terukir, dapatkah ia bermakna apabila tak ada jeda? Dapatkah ia dimengerti jika tak ada spasi?

Bukankah kita baru bisa bergerak jika ada jarak? Dan saling menyayang bila ada ruang? Kasih sayang akan membawa dua orang semakin berdekatan, tapi ia tak ingin mencekik, jadi ulurlah tali itu.

Napas akan melega dengan sepasang paru-paru yang tak dibagi. Darah mengalir deras dengan jantung yang tidak dipakai dua kali. Jiwa tidaklah dibelah, tapi bersua dengan jiwa lain yang searah. Jadi jangan lumpuhkan aku dengan mengatasnamakan kasih sayang.

Mari berkelana dengan rapat tapi tak dibebat. Janganlah saling membendung apabila tak ingin tersandung.

Pegang tanganku, tapi jangan terlalu erat, karena aku ingin seiring dan bukan digiring. [blogberita.net]

15 Oktober 2009

"BERSAMA"

Oleh : Jarjani Usman

"wahai manusia, Aku berasal dari kalian, jika Aku punya harta, kalian juga punya harta yang sama, jika kalian memiliki suatu tugas, maka Aku memiliki Tugas yang sama, Aku akan membawa kalian menempuh jalan yang ditempuh Rasulullah dan setiap yang diperintahkannya" (Sayyidina Ali).

Memulai suatu tugas yang baru sebagai wakil atau pemimpin rakyat, ada baiknya bercermin pada bagaimana Sayyidina Ali memulai tugasnya sebagai khalifah. Sayyidina Ali memang berbeda dengan kebanyakan pemimpin. kalau kebanyakan pemimpin membuat janji-janji indah sebelum memperoleh suatu pimpina, sahabat Nabi itu membuat janji setelah memperolehnya, diantara janjinya adalah. pertama, akan memperlakukan harta negara sebagai harta bersama dengan rakyatnya tanpa kecuali. kalau beliau menikmati suatu harta, maka rakyatnya jugaharus merasakan demikian. kedua, kalau rakyatnya punya masalahdalam hidupnya, bearti itu masalahya juga sehingga harus dipecahkan bersama-sama. ketiga,
Membawa rakyatnya beriman sebagaimana diperintahkan Rasulullah adalah hal yang penting baginya.

tiga poin ini saja sudah jelas bedanya. Tidak ada keinginan beliau untuk mengadakan kuda tunggangan istimewa atau rumah super mewah, atau juga agen proyek begitu memulai jabatan. Tak ada upaya untuk mengadakan pelisiran kemana-mana dengan menghambur-hamburkan uang rakyat. harus kita akui secara jujur, inilah pola hidup pemimpin umat yang entah diman sudah tersangkut. Rantai pola hidup pemimpin yang demikian bagaikan sudah terputus ditengah jalan, sehingga kita kerap mewarisi pola-pola sebaliknya. kita kadangkala membiarkan sekian banyak rakyat karam dalam lautan permasalahan hidup. Mulai dari masalah kemiskina yang semakin dahsyat sampai masalah pengangguran yang semakin mengkuatirkan. namun demikian, siapapun masih berharap kerinduan akan orang-orang seperti Sayyidina Ali terobati kali ini. mudah-mudahan ada beberapa orang yang mau bersama-sama rakyat, senasib dan seperjuangan.

14 Oktober 2009

"FATAMORGANA"

Oleh; jarjani usman
“Dan orang-orang yang kafir, amal-amal mereka laksana fatamorgana di tanah yang datar, disangka air oleh orang yang haus, namun ketika didatangi air itu, dia tidak mendapatinya sesuatu apapun. (QS. ANNUR: 39)”

Adanya keinginan banyak pihak untuk menyelamatkan alam lewat berbagai cara merupakan keinginan yang patut dijemput. Itu adalah perbuatan yang sangat mulia. Allah mencintai orang-orang yang berbuat baik.(QS. AL-BAQARAH; !95). makanya untuk setiap perbuatan kebaikan, akan diberikan pahala berlimpah oleh Allah, mulai dari niat, pelaksanaannya, dan bahkan pasca pelaksanaannya, bila perbuatan itu memberi manfaat bagi orang lain secara berkelanjutan.
Namun semua pahala kebaikan itu berpeluang menjadi fatamorgana. Maksudnya, limpahan pahala dari Allah yang dirasakan seolah-olah ada dan menggunung, tetapi sesungguhnya tidak ada sama sekali. Penyebabnya adalah bila perjanjian itu dikafiriatau diingkari. Sebab, sudah tak jarang terjadi, yang berjanji kadangkala ikut mengingkari. Alih-alih menjaga hutan, tetapi malah merusaknya demi hawa nafsunya. Semoga tidak terjadi demikian. Sebab Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan di muka bumi (QS. AL-AQSA; 77).
Oleh karena itu, kita perlu senantiasa melakukan perbuatan-perbuatan orang-orang mukmin. Yaitu, orang-orang yang tidak melakukan sesuatu perbuatan yang manfaatnya fatamorgana belaka. Orang-orang mukmin memiliki cirri khas, melakukan perbuatan-perbuatan yang bermanfaat dan meninggalkan yang sia-sia.

13 Oktober 2009

Bersegera

Semakin terasa, Dunia ini sudah begitu renta. Bumi sudah bagaikan orang yang teramat tua, yang mudah sakit tiba-tiba, sudah tak nyaman lagi bumi dihuni, bencana dimana-mana, nyawa bisa melayang seketika. hati menjadi gundah. Kelaut dihadang bencana, ke gunung pun demikian. tidak kemana-manapun sama saja. hanya satu yang bisa membantu menenangkan hati, yaitu bersegera menyusuri jalan sang pemilik Dunia ini. berada disan. hidup dijamin Damai. sebab, disanalah sumber Kedamaian kalaupun mati disana, maka hatipun akan tersa damai.karena itu, tak perlu menunggu waktu untuk kesana. apalagi tak ada yang tahupasti apakah kelakkita mampu kesana. mungkin kelak, tubuh tak sanggup lagi meskipun dipapah. atau kematian menjemput tiba-tiba. atau saat muncul kemauan, tubuh sudah terasa berat, karena lelah berkerak dengan dosa.

dengan bersegera beribadah dan berbuat kebaikan, hati akan tersa terlindungi. Allah amat dekat bagi manusia, terutama yang mau mendekatiNya. sebagaimana Hadist Riwayat Abu Hurairah Ra...Ia berkata " Rasulullah SAW bersabda: Allah Berfirman: Aku sesuai persangkaan hamba Ku terhadap-ku dan Aku selalu bersamanya ketika dia mengingatKU. Apabila dia mengingat-Ku dalam dirinya, maka Akupun akan mengingatnya dalam diri-Ku. Apabila mengingat-Ku dalam suatu jamah manusia, maka Akupun akan mengingatnya dalam suatu kumpulan makhluk yang lebih baik dari mereka, Apabila dia mendekati-Ku sejengkal, maka Aku akan mendekatinya sehasta, Apabila dia mendekati-Ku sehasta, maka Aku akan mendekatinya sedepa, dan apabila dia datang kepada-KU dengan berjalan, maka Aku akan Datang kepadanya dengan berlari."

12 September 2009

Penerima Nobel Perdamaian

Tahun Nama Karya yang Diberi Penghargaan
1901 Jean Henri Dunant (Swiss) dan Frédéric Passy (Perancis)
1902 Élie Ducommun dan Charles Albert Gobat (Swiss)
1903 Sir William Randal Cremer (Inggris)
1904 Institut de droit international (Belgia)
1905 Bertha Sophia Felicita Baronin von Suttner (Austria-Hongaria)
1906 Theodore Roosevelt (Amerika Serikat)
1907 Ernesto Teodoro Moneta (Italia) dan Louis Renault (Perancis)
1908 Klas Pontus Arnoldson (Swedia) dan Fredrik Bajer (Denmark)
1909 Auguste Marie François Beernaert (Belgia) dan Paul Henri Benjamin Balluet d'Estournelles de Constant (Prancis)
1910 Bureau international permanent de la paix (Swiss)
1911 Tobias Michael Carel Asser (Belanda) dan Alfred Hermann Fried (Austria-Hongaria)
1912 Elihu Root (Amerika Serikat)
1913 Henri-Marie La Fontaine (Belgia)
1914
tidak ada
1915
1916
1917 Palang Merah Internasional (Swiss)
1918
tidak ada
1919 Thomas Woodrow Wilson (Amerika Serikat)
1920 Léon Victor Auguste Bourgeois (Perancis)
1921 Karl Hjalmar Branting (Swedia) dan Christian Lous Lange (Norwegia)
1922 Fridtjof Wedel-Jarlsberg Nansen (Norwegia)
1923
tidak ada
1924
1925 Joseph Austen Chamberlain (Inggris) dan Charles Gates Dawes (Amerika Serikat)
1926 Aristide Briand (Prancis) dan Gustav Stresemann (Jerman)
1927 Ferdinand Buisson (Prancis) dan Ludwig Quidde (Jerman)
1928
tidak ada
1929 Frank Billings Kellogg (Amerika Serikat)
1930 Lars Olof Nathan Söderblom (Swedia)
1931 Laura Jane Addams (Amerika Serikat) dan Nicholas Murray Butler (Amerika Serikat)
1932
tidak ada
1933 Sir Ralph Norman Angell (Inggris)
1934 Arthur Henderson (Inggris)
1935 Carl von Ossietzky (Jerman)
1936 Carlos Saavedra Lamas (Argentina)
1937 Edgar Algernon Robert Gayscone-Cecil (Inggris)
1938 Office international Nansen pour les réfugiés (Swiss)
1939
tidak ada
1940
1941
1942
1943
1944 Komite Internasional Palang Merah (Swiss)
1945 Cordell Hull (Amerika Serikat)
1946 Emily Greene Balch (Amerika Serikat) dan John Raleigh Mott (AS)
1947 Friends Service Council (Inggris) dan American Friends Service Committee (Amerika Serikat)
1948
tidak ada
1949 Sir John Boyd Orr (Inggris)
1950 Ralph Johnson Bunche (Amerika Serikat)
1951 Léon Jouhaux (Perancis)
1952 Albert Schweitzer (Perancis)
1953 George Catlett Marshall (Amerika Serikat)
1954 UNHCR
1955
tidak ada
1956
1957 Lester Bowles Pearson (Kanada)
1958 Dominique Pire (Belgia)
1959 Philip John Noel-Baker (Inggris)
1960 Albert John Lutuli (Afrika Selatan)
1961 Dag Hjalmar Agne Carl Hammarskjöld (Swedia)
1962 Linus Carl Pauling (Amerika Serikat)
1963 Komite Internasional Palang Merah dan Gerakan Internasional Palang Merah dan Bulan Sabit Merah (Swiss)
1964 Martin Luther King Jr (Amerika Serikat)
1965 UNICEF
1966
tidak ada
1967
1968 René Cassin (Perancis)
1969 Organisasi Buruh Internasional
1970 Norman Ernest Borlaug (Amerika Serikat)
1971 Willy Brandt (Jerman Barat)
1973 Henry Alfred Kissinger (Amerika Serikat) dan Lê Ðức Thọ (Vietnam, menolak)
1974 Seán MacBride (Irlandia) dan Eisaku Satō (佐藤榮作) (Jepang)
1975 Andrei Dmitrievich Sakharov (Uni Soviet)
1976 Betty Williams dan Mairead Corrigan (Irlandia Utara)
1977 Amnesti Internasional, London
1978 Mohamed Anwar al-Sadat (Mesir) dan Menachem Begin (Israel)
1979 Bunda Teresa (Albania)
1980 Adolfo Pérez Esquivel (Argentina)
1981 UNHCR
1982 Alva Reimer Myrdal (Swedia) dan Alfonso García Robles (Meksiko)
1983 Lech Walesa (Polandia)
1984 Desmond Mpilo Tutu (Afrika Selatan)
1985 International Physicians for the Prevention of Nuclear War (Amerika Serikat)
1986 Elie Wiesel (Amerika Serikat)
1987 Óscar Rafael de Jesús Arias Sánchez (Kosta Rika)
1988 United Nations Peacekeeping Forces
1989 Dalai Lama XIV (Tibet)
1990 Mikhail Sergeyevich Gorbachev (Uni Soviet)
1991 Aung San Suu Kyi (Myanmar)
1992 Rigoberta Menchú Tum (Guatemala)
1993 Nelson Mandela (Afrika Selatan) dan Frederik Willem de Klerk (Afrika Selatan)
1994 Yasser Arafat (Palestina), Shimon Peres (Israel) dan Yitzhak Rabin (Israel)
1995 Joseph Rotblat (Polandia/Inggris) dan Pugwash Conferences on Science and World Affairs (Kanada)
1996 Carlos Filipe Ximenes Belo dan Xanana Gusmao (Indonesia yang telah memisahkan diri menjadi negara Timor Leste), diterima oleh José Manuel Ramos Horta (Timor Leste)
1997 International Campaign to Ban Landmines dan Jody Williams (Amerika Serikat)
1998 John Hume dan William David Trimble (Amerika Serikat)
1999 Dokter Lintas Batas
2000 Kim Dae Jung (金大中) (Korea Selatan)
2001 PBB dan Kofi Atta Annan (Ghana)
2002 Jimmy Carter (Amerika Serikat)
2003 Shirin Ebadi (شیرین :عبادی), (Iran)
2004 Wangari Muta Maathai (Kenya)
2005 Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA) dan Mohamed ElBaradei (Mesir)
2006 Muhammad Yunus dan Grameen Bank (Bangladesh)
2007 Albert Arnold Gore (Amerika Serikat) dan IPCC
2008 Martti Oiva Kalevi Ahtisaari (Finlandia)

19 Agustus 2009

Tentang puasa
Oleh : KH. Jalaluddin Rakhmat

Rasulullah saw bersabda dalam sebuah hadis bahwa dengan puasa kita belajar mengendalikan hawa nafsu serta mengendalikan setan yang menipu dan menjebak kita. Pada waktu kita puasa, kita membelenggu setan, membuka pintu surga dan menutup pintu neraka.
Kita belajar menahan setan supaya tak masuk ke dalam tubuh kita. Salah satu pintu masuk setan ke dalam tubuh kita adalah melalui makan dan minum. Kita tutup pintu-pintu itu pada waktu siang hari. Kita melemahkan setan; membuatnya tak berdaya. Puasa adalah latihan mengendalikan hawa nafsu.

Di dalam tarekat, puasa adalah upaya mengendalikan diri kita secara lahiriah dan secara batiniah. Secara lahiriah, kita mengendalikan diri dengan mempuasakan seluruh panca indera kita. Dalam ilmu kebatinan, ketika kita melakukan semedi, kita harus menutup tujuh pintu masuk setan. Tujuh pintu itu adalah tujuh lubang dalam tubuh kita. Di antaranya mata, telinga, mulut, dan hidung. Dengan cara itu, kita dapat masuk ke dalam alam kesucian.

Secara lahiriah, puasa yang pertama di dalam tarekat adalah puasa menutup mulut kita atau puasa bicara. Puasa bicara bukan berarti meninggalkan pembicaraan yang kotor atau menggunjing orang lain. Dalam hadis Shahih Bukhari, Rasulullah saw bersabda, "Tidak dihitung mukmin, orang yang suka melaknat orang lain, suka menyakiti hati orang lain, atau berkata kotor." Ketika kita tak berpuasa pun, hal itu tidak boleh dilakukan, apalagi ketika kita sedang berpuasa. Yang dimaksud dengan puasa bicara adalah setelah meninggalkan pembicaraan tersebut di atas, kita menambah atau memperlebar puasa bicara kita dengan tidak membicarakan hal-hal yang tidak perlu. Kita tidak berbicara yang tidak berguna. Ciri mukmin yang sejati adalah menghindarkan pembicaraan yang tidak ada manfaatnya.

Yang dimaksud dengan manfaat di dalam hal ini adalah mendekatkan diri kepada Allah swt. Perkataan yang tidak membawa kita dekat kepada Allah swt adalah perkataan yang tidak bermanfaat. Hentikanlah perkataan seperti itu di dalam bulan puasa. Sebaiknya kita gantikan obrolan kita dengan memperbanyak dzikrullah, zikir kepada Allah swt.

Mengobrol tanpa menggunjingkan atau menyakiti orang lain memang diperbolehkan dalam agama. Tidak ada salahnya dalam hal itu. Tapi alangkah lebih baiknya bila waktu mengobrol itu kita ganti dengan berzikir kepada Allah.

Kita mengurangi suara mulut kita. Jika mulut kita terlalu banyak bicara, kita takkan sanggup lagi mendengarkan suara hati nurani kita. Siti Maryam as dalam Al-Quran dikisahkan pernah berpuasa tidak bicara. Ketika Maryam hilang dari kampung halamannya dan kembali setelah sekian lama dengan seorang bayi, orang-orang bertanya, "Hai saudara perempuan Harun, kau pulang dengan sesuatu yang aneh. Padahal kami mengenal engkau bukan sebagai perempuan nakal, melainkan perempuan saleh. Mengapa tiba-tiba kau pulang membawa anak?"(QS. Maryam: 28) Siti Maryam as diperintahkan Allah untuk puasa bicara. Ia disuruh untuk tidak menanggapi tuduhan yang macam-macam itu.
Maryam hanya menjawab, "Aku sudah bernadzar kepada Allah yang Mahakasih bahwa hari ini aku tidak akan berbicara kepada seorang manusia pun." Maryam berjanji kepada Allah untuk berpuasa bicara. Karena Maryam puasa bicara, maka ia mampu mendengar suara bayi dalam kandungannya. Waktu itu juga, ketika Maryam membawa anak kecil, bayi itulah yang menjawab hujatan orang-orang. Bayi itu menjawab, "Salam bagiku ketika aku dilahirkan ketika aku mati dan pada waktu aku dibangkitkan nanti."(QS. Maryam: 33)

Menurut Sayyid Haidar Amuli, bila kita terlalu banyak bicara, kita takkan mampu untuk mendengarkan isyarat-isyarat gaib yang datang kepada kita. Kita juga menjadi tak sanggup mendengar kata-kata hati nurani kita. Suara mulut kita terlalu riuh sehingga isyarat-isyarat dari alam malakut (alam ruh) tak terdengar oleh batin kita. Kita terlalu banyak mendengarkan suara kita sendiri.

Puasa bicara diajarkan di dalam Al-Quran khusus kepada orang-orang saleh yang tidak hanya menjalankan syariat saja tetapi juga ingin memperindah syariatnya dengan usaha lebih lanjut. Puasa tarekat tidak berarti meninggalkan puasa syariat. Puasa tarekat adalah memperindah puasa syariat; menghiasnya agar lebih bagus.

Ketika kita berpuasa, setelah kita meninggalkan kata-kata kotor dan menyinggung perasaan orang, kita juga meninggalkan kata-kata yang biasa-biasa. Hanya supaya pembicaraan kita tidak mengambil alih zikir yang seharusnya kita lakukan di bulan Puasa. Nabi Zakaria as, ketika diberitahu bahwa ia akan mempunyai anak yang bernama Yahya, merasa amat bahagia karena dalam usianya yang amat tua, ia belum juga dikaruniai seorang putra. Zakaria as sering berdoa, "Tuhanku, sudah rapuh tulang-tulangku, sudah penuh kepalaku dengan uban, tapi aku tak putus asa berdoa kepada-Mu." (QS. Maryam: 4) Satu saat, Tuhan menjawab, "Aku akan memberi kepadamu seorang anak." (QS. Maryam: 7) Zakaria as hampir tidak percaya, "Bagaimana mungkin aku punya anak, ya Allah. Padahal istriku mandul dan aku pun sudah tua renta." (QS. Maryam: 8) Lalu Tuhan menjawab, "Hal itu mudah bagi Allah. Bukankah kamu pun asalnya tiada lalu Aku ciptakan kamu." (QS. Maryam: 9) Zakaria masih penasaran dan ia minta kepada Allah, "Apa tandanya, ya Allah?" Tuhan menjawab, "Tandanya ialah kau harus puasa bicara. Kau tidak boleh berkata kepada seorang manusia pun selama tiga hari berturut-turut." (QS. Maryam: 10)

Zakaria as diperintahkan Tuhan untuk mensyukuri nikmat yang diterimanya dengan berpuasa bicara. Itulah juga nasihat kepada seorang suami yang istrinya sedang mengandung; belajarlah puasa bicara. Usahakan sesedikit mungkin berbicara. Insya Allah, jika selama istri kita mengandung, kita berpuasa bicara, maka Allah akan memberikan kepada kita seorang anak seperti Yahya yang cerdas, arif, berhati lembut dan suci, bertakwa kepada Allah swt, dan sangat berkhidmat kepada orang tuanya, tak pernah memaksakan kehendaknya. Itulah ganjaran kepada orang yang puasa bicara.

Puasa bicara adalah puasa tarekat. Hanya dengan puasa bicara, batin kita menjadi lebih tajam untuk mendengarkan isyarat-isyarat gaib, mendengarkan hati nurani. Ketika kita terlalu banyak bicara, kita menjadi tuli. Dalam peristiwa mikraj diceritakan ketika Nabi Muhammad saw isra dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha, beliau melihat di pertengahan jalan ada seorang yang mengguntingi lidahnya berulang kali. Malaikat Jibril menjelaskan, "Itulah tukang-tukang ceramah yang suka memberikan nasihat kepada orang banyak tetapi ia tidak mempraktikkan apa yang ia khotbahkan."

25 Februari 2009

renungan

Umur Umat Muhammad

Setiap umat memiliki waktu atau umur yang ditetapkan; dan ketika waktu itu habis, maka tidak bisa ditunda sedikit pun, sebagaimana firman Allâh:

Artinya :

"Tiap-tiap umat memiliki waktu, ketika waktu itu datang, maka mereka tidak bisa mengundurkannya barang sesaat pun dan tidak (juga) mendahulukan (nya)".

(Surah Yûnus (10) : 49)

Begitu-pula dengan umat Muhammad saw., mereka memiliki ajal yang telah ditentukan sebagaimana sabda Rasûlullâh saw. :

Artinya :

"Sesungguhnya ajal kalian dibanding ajal orang yang telah lewat daripada umat-umat, sebagaimana -- waktu -- di antara shalat 'Ashar sampai terbenamnya Matahari".

(H.R. Tirmidzî. Lihat 'Umdatul-Qârî juz V hal. 51)

Dalam hadits yang lain, Rasûlullâh saw. telah menjelaskan masalah ini dengan rinci, Beliau bersabda :

Artinya :

Perumpamaan kaum Muslimîn dan Yahûdi serta Nasrani, seperti perumpamaan seorang yang mengupah satu kaum (Yahûdi) untuk melakukan sebuah pekerjaan sampai malam hari, namun mereka melakukannya hanya sampai tengah hari. Lalu mereka pun berkata: "Kami tidak membutuhkan upah yang engkau janjikan pada kami, dan apa yang telah kami kerjakan, semuanya bagi-mu". Ia pun berkata: "Jangan kalian lakukan hal itu, sempurnakanlah sisa waktu pekerjaan kalian, dan ambillah upah kalian dengan sempurna". Mereka (Yahûdi) pun menolak dan meninggalkan orang itu. Maka orang itu mengupah beberapa orang (Nasrani) selain mereka (Yahûdi), ia berkata: "Kerjakanlah sisa hari kalian, dan bagi kalian upah yang telah aku janjikan untuk mereka (Yahûdi)". Sehingga ketika tiba waktu shalat 'Ashar, mereka (Nasrani) berkata: "Ambillah apa yang telah kami kerjakan untuk-mu dan juga upah yang engkau sediakan untuk kami". Orang itu berkata: "Sesungguhnya sisa waktu siang tinggal sedikit". Mereka (Nasrani) tetap menolak, sehingga orang itu mengupah satu kaum yang lain (Muslimîn) untuk melanjutkan pekerjaan sehingga selesai sisa hari mereka (Nasrani). Maka kaum itu (Muslimîn) pun bekerja pada sisa hari mereka (Nasrani), yaitu sehingga terbenamnya Matahari dan mereka pun mendapat upah yang sempurna yang dijanjikan kepada dua kelompok sebelumnya. Seperti itulah perumpamaan mereka (Yahûdi dan Nasrani) dan perumpamaan apa yang kalian (Muslimîn) terima daripada cahaya -- hidayah -- ini.

(H.R. Al-Bukhârî. Lihat Fathul-Kabîr juz V hal. 202 no.: 5728)

Penjelasan :

(1) Yang dimaksud "melakukan sebuah pekerjaan" di sini ialah memikul risalah Allâh di muka bumi.

(2) Yang dimaksud "sampai malam hari" ialah sampai habisnya waktu maghrib, dan ini sebuah perumpamaan.

(3) Yang dimaksud "namun mereka melakukannya hanya sampai tengah hari", adalah umat Yahûdi sebagai umat yang lebih dahulu diberi pekerjaan (tugas) memikul risalah, masa mereka melakukan tugas itu ialah dari waktu pagi sampai tengah hari.

Al-Imâm Ibnu Hajar Al-'Asqalânî berkata :

Artinya :

"Para Ahli Naql telah sepakat bahwa masa (umur) bangsa Yahûdi -- sejak diutusnya Mûsâ a.s. -- sampai diutusnya Nabi saw. adalah lebih 2.000 tahun. Dan umur Nasrani dari jumlah itu sebanyak 600 tahun. Satu pendapat mengatakan lebih sedikit dari itu".

(Fathul-Bârî juz IV hal. 449)

Ini artinya umur Yahûdi ialah : 2.000 tahun lebih dikurangi 600 tahun, sama dengan 1.400 tahun lebih.

Al-Ustadz Amin Muhammad Jamaluddîn mengatakan bahwa menurut para ahli sejarah kelebihan -- umur umat Yahûdi -- yang dimaksud adalah lebih dari seratus tahun, oleh karena itu tepatnya umur umat Yahûdi adalah 1.500 tahun lebih.

(4) Yang dimaksud dengan Sehingga ketika tiba waktu shalat 'Ashar, adalah batas

waktu umat Nasrani, yaitu dari tengah hari sampai waktu 'Ashar.

Dan telah disebutkan bahwa umur umat Nasrani ialah 600 tahun atau kurang sedikit, sebagaimana disebutkan oleh Salmân :

Artinya:

"Masa fatrah (kevakuman) di antara 'Îsâ dan Muhammad saw. adalah 600 tahun".

(H.R. Al-Bukhârî)

Al-Imâm Ibnu Hajar Al-'Asqalânî menukilkan dua pendapat lain, yaitu dari Qatâdah yang menyatakan bahwa masa fatrah itu berlangsung selama 560 tahun dan dari Al-Kalbî yang menyatakan 500 tahun, bahkan ada pendapat yang mengatakan 400 tahun.

(Lihat Fathul-Bârî juz VII hal.277)

(5) Yang dimaksud "Sesungguhnya sisa waktu siang tinggal sedikit" menurut Al-Imâm Ibnu Hajar Al-'Asqalânî ialah :

Artinya :

"Apa yang tersisa dari umur dunia,... dan hadits ini mengandung isyarat akan pendeknya masa (usia) dunia yang tersisa".

(Lihat Fathul-Bârî juz IV hal. 448)

(6) Yang dimaksud "Maka kaum itu (Muslimîn) pun bekerja pada sisa hari mereka (Nasrani), yaitu sehingga terbenamnya Matahari" adalah masa tugas umat Islâm dan juga merupakan umur atau ajal mereka di dunia, yaitu : dari waktu 'Ashar sampai dengan terbenamnya Matahari.

Jadi, umur umat Muhammad saw. ialah umur umat Yahûdi : 1.500 tahun lebih sedikit dikurang umur umat Nasrani : 600 tahun menjadi 900 tahun lebih sedikit, ditambah 500 tahun, menjadi 1400 tahun lebih sedikit.

Al-Ustadz Amin Muhammad Jamaluddîn mengatakan, bahwa Al-Imâm As-Suyûthî dalam kitabnya yang berjudul Al-Kasysyaf -- ketika menerangkan tentang keluarnya Imâm Al-Mahdî – berkata :

"Hadits-hadits hanya menunjukkan, bahwa masa (umur) umat ini (umat Islâm) lebih dari 1.000 tahun, dan tambahannya sama-sekali tidak lebih dari 500 tahun".

Adapun tambahan 500 tahun dijelaskan dalam sebuah hadits dari Sa'ad, Rasûlullâh saw. Bersabda.:

Artinya :

"Sesungguhnya aku berharap bahwa umat-ku tidak akan lemah di sisi Rabb mereka, jika Ia mengulurkan -- umur -- mereka setengah hari".

(H.R. Ahmad dan Abû Dâwûd. Lihat Fathul-Kabîr juz II hal.325 no.: 477)

Dalam lafazh yang lain, sabda Beliau saw. :

Artinya :

"Sesungguhnya Allâh tidak akan melemahkan-ku, yaitu pada umat-ku, jika Ia mengulur -- umur -- mereka setengah hari, yaitu : 500 tahun".

(H.R. Abû Nu'aim dalam Al-Hilyah. Lihat Fathul-Kabîr juz II hal. 126 no.: 1807)

Syubhat Dan Penjelasannya

Bila kita perhatikan kembali hadits yang menyebutkan masa tugas umat Nasrani, yaitu dari waktu tengah hari (Zhuhur) sampai waktu shalat 'Ashar, dan masa tugas kaum Muslimîn -- sebelum mendapat tambahan 500 tahun -- dari waktu 'Ashar sampai terbenamnya Matahari, maka dapat disimpulkan bahwa masa tugas umat Nasrani lebih panjang dari masa tugas kaum Muslimîn sebelum mendapat tambahan umur. Karena jarak antara waktu Zhuhur sampai 'Ashar lebih panjang dari jarak waktu 'Ashar sampai terbenam Matahari.

Al-Ustadz Amin Muhammad Jamaluddîn telah memberikan jawaban yang jelas dalam masalah ini, beliau berkata :

Ada sebuah hadits Nabi saw. yang menghilangkan keraguan ini, yakni diriwayatkan oleh Ath-Thabranî dengan sanad dari Samrah bin Jundub dengan lafazh (yang terjemahannya) :

"Karenanya, mereka (kaum Nasrani) beramal sampai pada waktu yang dekat dengan shalat 'Ashar".

Artinya masa tugas umat Nasrani tidak sampai masuk waktu 'Ashar. Sedangkan masa tugas kaum Muslimîn dalam riwayat yang lain dalam kitab Shahih Al-Bukhârî terdapat lafazh (yang terjemahannya) : "Sampai malam" sebagai ganti "sampai terbenamnya Matahari".

(Demikian penjelasan Al-Ustadz Amin Muhammad Jamaluddîn)

Begitu-pula kalau kita perhatikan point (2) pada Penjelasan, di situ disebutkan masa untuk memikul risalah, yaitu sampai malam hari.

Jadi, tugas kaum Muslimîn dimulai sejak sebelum waktu 'Ashar dan selesai pada malam hari. Ini menunjukkan masa tugas kaum Muslimîn lebih panjang dari umat Nasrani.

Al-Imâm Ibnu Hajar Al-'Asqalânî juga menegaskan seperti itu ketika beliau membahas masalah ini, beliau berkata :

Artinya:

Para ahli sejarah telah sepakat, bahwa masa antara 'Îsâ sampai Nabi kita saw. lebih sedikit dibanding masa Nabi kita saw. sampai terjadinya qiyamat. Karena sesungguhnya jumhur ahli sejarah mengatakan bahwa masa fatrah di antara 'Îsâ dan Nabi kita saw. berlangsung 600 tahun, dan itu terdapat dalam Shahîh Al-Bukhârî dari Salmân. Bahkan ada pendapat yang mengatakan bahwa masa -- fatrah -- itu lebih sedikit lagi dari itu, sehingga sebagian dari mereka ada yang mengatakan masa itu hanya berlangsung 125 tahun, dengan melihat itu maka masa (umur) kaum Muslimîn tentu lebih panjang dari itu.

(Lihat Fathul-Bârî juz II hal. 40)

Penutup

Berdasarkan kajian dan informasi ini, kita dapat menyimpulkan bahwa saat ini kita berada di masa-masa terakhir umur umat ini dan masa-masa munculnya tanda-tanda besar qiyamat. Karena kita sekarang ini berada pada tahun 1424 H. (yang bertepatan dengan tahun 2004 M.), ditambah dengan masa 13 tahun kenabian, berarti umur umat ini sejak diutusnya Rasûlullâh saw. telah mencapai 1437 tahun.

Semoga kajian dan informasi ini menambah imân kita kepada Allâh dan Rasûl-Nya dan memberi motivasi kepada kita untuk lebih giat lagi mempersiapkan diri sebagai pemikul risalah yang terakhir untuk menghadapi peristiwa-peristiwa luar-biasa dan pertempuran-pertempuran besar yang mengawali datangnya tanda-tanda besar qiyamat, sebagaimana sabda Rasûlullâh saw.:

Artinya :

"Segeralah kalian melakukan berbagai 'amal ( perbuatan) -- untuk mempersiapkan diri -- sebelum datangnya 6 (enam) perkara; (1) Terbitnya Matahari dari tempat terbenamnya (2) Keluarnya asap (3) Keluarnya binatang bumi (4) Keluarnya Dajjâl (5) Terjadinya kematian salah seorang kalian (6) Perkara orang awam (bodoh)".

(H.R. Ahmad dan Muslim. Lihat Fathul-Kabîr juz III hal. 3 no.: 2810)

Al-Imâm Ibnul-Atsîr menjelaskan maksud hadits ini, beliau berkata :

Artinya :

"Makna menyegerakan waktu dengan berbagai 'amal, ialah dengan 'amal-'amal yang baik, serta menaruh perhatian terhadapnya sebelum terjadinya (enam perkara)".

(Lihat An-Nihâyah juz II hal.37)

Mau Upload File Dapat Duit !